Beberapa industri di sepanjang Kali Brantas dan Kali Surabaya, terindikasi terus berlomba mencemari Kali Surabaya dengan limbah yang mereka hasilkan.
Bahkan diantaranya, sudah melebihi baku mutu yang sudah ditentukan pemerintah, khususnya selama bulan Oktober-November 2015 yang diketahui sebagai puncak musim kemarau, dimana suhu udara mencapai 40-41 derajat Celcius.
Kondisi itu menyebabkan tingginya suhu air dan tingginya reaksi kimia dalam air yang mengurangi kadar oksigen dalam air, kondisi ini diperparah dengan menurunnya debit air Kali Brantas sampai 60% dari normal.
“Seharusnya aktivitas pembuangan limbah ke Kali Brantas menyesuaikan dengan melakukan efisiensi pemanfaatan air dan pengolahan limbah yang sesuai dengan standar baku mutu,” ujar Heri Purnomo Tim Peneliti Ecoton yang melakukan pemantauan industri di sepanjang Kali Surabaya, Jumat (06/11/2015).
Menurut Heri, sampai sekarang, beberapa industri di Kali Brantas membuang limbah cair dengan karakter air berbau, pekat dan berbusa. Satu diantara parameter yang diukur Total Dissolved Solid (TDS) atau Padatan Tersuspensi Dalam Air, standar baku mutu tidak boleh lebih dari 500 mg/L, namun dari 4 industri yang dipantau Ecoton dan TELAPAK Jatim menunjukkan, keempatnya diatas baku mutu, bahkan ada industri penyedap masakan di Jombang yang membuang limbah dengan baku mutu diatas 2000 mg/L.
“Alat pantau kami langsung menunjukkan angka ribuan dan tak terhitung lagi karena alat TDS kami hanya mampu mengukur sampai 2000 mg/L, sesudah kita ukur limbah cair pabrik penyedap makanan di Jombang ini melebehi baku mutu,” jelas Heri Purnomo.
Ditambahkan Heri, bahkan ada PT Pakerin (pabrik kertas) yang sudah mendapat sanksi administratif berupa paksaan Pemerintah dari BLH Provinsi Jawa Timur lewat SK Kepala BLH Nomor 188/155/KPTS/207/2015 tetap membuang limbah seenaknya ke Kali Porong.
PT Pakerin sebelumnya kedapatan membuang limbah cairnya ke Kali Porong tanpa mengolah secara optimal sehingga melanggar baku mutu BOD, COD dan TSS dari hasil pemeriksaan Laboratorium air BLH. Pada 25 September 2015 lalu, BLH juga menangkap PT Pakerin membuang limbah cair diluar titik pentaatan, artinya air limbah dibuang lewat beberapa saluran ilegal.
Pelanggaran lainnya, kata Heri, PT Pakerin membuang sludge B3 dilokasi yang tidak berizin. “Maka BLH memberi waktu 90 hari agar limbah cair yang dibuang diolah secara optimum,” papar Heri.
Sementara Amirudin Muttaqien Koordinator Tim Investigasi Ecoton mengatakan, dengan kejadian dan pelanggaran yang terjadi di Kali Brantas, Kali Surabaya dan Kali Porong, dia minta masyarakat Sidoarjo untuk ikut memantau aktivitas-aktivitas industri yang membuang limbah ke Kali Porong terutama PT Pakerin, PT Eratama Mega Surya, PT Tjiwi Kimia karena ketiga pabrik kertas ini membuang limbah dalam volume besar dan memiliki potensi mencemari lingkungan terutama sungai-sungai yang ada di Sidoarjo.
Amir juga mendesak BLH Sidoarjo dan BLH Provinsi Jawa Timur untuk lebih proaktif melakukan monitoring ketaatan industri. “Jangan sampai kita terlambat mengantisipasi, karena biasanya kita ini baru bertindak sesudah ada kejadian pencemaran atau ikan mati massal,” sesal Amirudin yang juga peneliti kandungan logam berat di tubuh ikan di Kali Brantas. [PAS]