Pemerintah memutuskan penetapan sumber pendanaan dan skema pembiayaan Proyek Kilang Bontang dilaksanakan lewat skema Proyek Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Landasan hukum keputusan ini, Perpres Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas dan Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Demikian satu diantara butir keputusan dalam Rapat Koordinasi di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian yang membahas tindak lanjut pembangunan Kilang Bontang di Kalimantan Timur.
Rakor dipimpin Darmin Nasution Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri Sudirman Said Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Pejabat Eselon I Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR) dan PT Pertamina.
Laporan Outline Business Case (OBC) yang menjadi landasan penentuan skema KPBU saat ini sudah selesai. Laporan itu juga sudah mencakup seluruh persyaratan yang diperlukan.
Putusan lain yang dihasilkan Rakor, menyetujui Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bontang. Persetujuan ini diperlukan untuk penyelesaian sertifikasi lahan yang tersisa sekitar 300 hektar. RDTR diperlukan untuk penetapan lokasi kilang oleh Gubernur Kalimantan Timur. Penetapan lokasi ini merupakan syarat agar pelelangan KPBU pembangunan Kilang Bontang bisa dilakukan.
Putusan ketiga tentang Konsultan Internasional Badan Usaha Pendamping (transaction advisor) yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan.
Kilang Bontang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 dan Daftar Proyek Prioritas dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2015.
Nilai investasi kilang Bontang mencapai Rp 75–140 triliun. Pembangunan konstruksi akan mulai dilaksanakan pada 2018 dan direncanakan beroperasi 2022.
Kilang minyak Bontang ini merupakan proyek pembangunan kilang minyak baru dengan kapasitas produksi bahan bakar minimal 235 ribu barel per hari. [DOD]