Humas pemerintah sekarang sudah tidak bisa lagi bekerja seperti tahun 1997 ke bawah, yang bisa mengubah berita sebuah media sebelum naik cetak.
Sesudah reformasi, semua itu hilang, kebebasan pers, kebebasan media dan terutama media sosial, sekarang sudah tidak bisa lagi dikendalikan dengan cara-cara seperti dulu.
Ini dikatakan Bistok Simbolon Wakil Sekretaris Kabinet (Waseskab). Menurut Waseskab, karena memang ini sudah berada pada domain personal yang disebut mass self, maka komunikasi orang per orang itu menjadi massal dan kita menyadari kalau sumber–sumber informasi itu selalu ditransfer secara negatif.
“Dengan demikian, saya kira humas di seluruh Kementerian atau Lembaga (K/L) dan daerah harus berbenah diri menghadapi kenyataan-kenyataan baru, situasi baru, dalam peran media ini,” tutur Bistok Simbolon waktu membuka seminar masalah media sosial yang diselenggarakan Unit Kerja Asdep Bidang Humas dan Protokol Deputi Bidang Dukungan Kerja Kabinet Sekretariat Kabinet, di Gedung Kemensetneg, Jakarta, Selasa (10/11/2015).
Waseskab menyarankan, humas pemerintah harus memberikan intersep terhadap informasi. Kita harus mendahului, kita membuat agenda setting, sehingga kita yang melead informasi.
“Kalau kita hanya mengcounter dan mengcounter walaupun tadi dengan data yang akurat, kalau dari sebelah sana menggelang-gelengkan susah walau dijawab dengan data,” terang Bistok.
Ditambahkan Bistok, kalau kita hanya dalam mode bertahan itu seperti kiper yang gawangya seratus meter tapi orang yang jaga satu orang, sehingga jebol.
Waseskab menggaris bawahi langkah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang sudah merekrut 100 ahli untuk mensinergikan teman-teman di humas. Dia menilai, langkah Menkominfo ini merupakan pertanda kalau kita harus menerima situasi baru ini kita harus membenahi diri, kita harus mampu lebih kompeten dalam menangani humas.
Waseskab juga menyarankan jajaran humas pemerintah untuk mempelajari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, sehingga dapat memberikan pemahaman yang baik tentang bagaimana pemerintah berhadapan dengan media massa yang begitu kencang.
“Itu yang saya katakan kapitalis dan imperialisme sekarang ada di pengusaha-pengusaha media, itu yang kita lawan, yang saat ini muncul dalam wujud baru,” kata Bistok.
Pemerintah, kata Bistok, tidak punya tangan khusus. Kalau dulu ada TVRI dan RRI, sekarang sudah jadi independen, tidak bisa lagi dipengaruhi pemerintah. Dia menyebutkan, di seluruh dunia pemerintah berhadapan dengan rimba rakyat yang kekuatan media ada di tangan orang per orang, yang begitu mudahnya memanipulasi opini publik.
“Saya tidak mengharapkan mendorong kita menjadi manipulator, hanya saja setidaknya kita bisa mengimbangi serangan-serangan dari pihak-pihak yang tidak suka dengan pemerintahan kita,” pungkas Waseskab. [EVI]